فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (النحل [16]: 43)
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS. an-Nahl [16]: 43)
Perintah al-Quran untuk bertanya pada orang yang memiliki pengetahuan, memberikan pesan yang jelas bahwa orang yang tidak memiliki pengetahuan tidak boleh terlibat dalam suatu urusan secara langsung, terutama urusan yang berkenaan dengan agama, penafsiran terhadap al-Quran dan hadis. Maka dari sini ada para mujtahid yang memiliki kemampuan untuk menggali hukum dari al-Quran dan hadis, dan ada para mukalid yang hanya boleh mengikuti ketetapan hukum para mujtahid, atau mengikuti tafsir para ulama ahli.
Dalam ayat lain dari al-Quran ditegaskan:
فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (التوبة [9]: 122)
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. at-Taubah [9]: 122)
Dalam ayat ini, Allah jelas memerintahkan “beberapa golongan” saja untuk mendalami ilmu agama, yang nantinya mereka bertugas mengajari kaum mereka tentang agama. Jadi Allah tidak memerintahkan semua orang untuk mendalami ilmu agama, karena faktanya Allah hanya memberikan sedikit pengetahuan saja pada manusia. Itulah sebabnya di setiap bidang ilmu ada ahlinya sendiri-sendiri; ada ahli fikih, tafsir, bahasa (dengan berbagai ragamnya), kedokteran (dengan berbagai spesialisasinya), fisika, biologi, kimia, dan seterusnya. Dan bagi yang tidak ahli di suatu bidang, harus merujuk pada orang yang ahli di bidangnya.
Dari sini tampak jelas, bahwa pernyataan “hanya Allah yang mengerti tafsir al-Quran”, “penafsiran ulama belum tentu benar”, “siapapun punya peluang yang sama untuk menafsiri al-Quran”, adalah klaim-klaim yang tak berdasar secara ilmiah, serta bertentangan dengan hukum alam atau fakta yang kita terima di sekitar kita, dan karena itu klaim-klaim tersebut terkesan lucu. Jika dikatakan semua orang bisa menafsiri al-Quran, misalnya, lalu apakah semua orang juga bisa meresepkan obat secara legal kepada setiap pasien di rumah sakit?
Jika kita sudah membaca bagaimana Allah memberikan pengakuan kepada para ulama untuk menggali pemahaman dan hukum dari al-Quran dan hadis, serta memerintahkan orang-orang awam untuk merujuk pada mereka, sebagaimana penegasan kedua ayat di atas dan yang semacamnya, maka kini simaklah bagaimana Nabi memberikan penegasan yang sama, sebagaimana dalam hadis berikut:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ قَالُوا وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ وَفِينَا كِتَابُ اللَّهِ؟ قَالَ فَغَضِبَ لَا يُغْضِبُهُ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ: ثَكِلَتْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ أَوَلَمْ تَكُنِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمْ شَيْئًا إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ (رواه الدارمي)
Dari Abu Umamah dari Rasulullah, beliau bersabda: “Ambilah ilmu sebelum ia hilang”. Mereka (para sahabat) bertanya: “Bagaimana ilmu bisa hilang wahai Nabi Allah, sedang al-Quran masih berada bersama kami?”. Perawi (Abu Umamah) berkata: Lalu beliau marah, seraya berkata: “Tsakilatkum ummahatukum. Bukankah Taurat dan Injil ada bersama Bani Israel tetapi keduanya tidak memberikan manfaat bagi mereka? Sesungguhnya hilangnya ilmu itu dengan wafatnya para pemegangnya, sesungguhnya hilangnya ilmu itu dengan wafatnya para pemegangnya.” (HR. Ad-Darimi)
Dari hadis di atas bisa disimak, bagaimana Nabi marah dan menegur para sahabat, yang menduga bahwa al-Quran saja sudah cukup untuk dijadikan sebagai pedoman secara independen, terpisah dari ulama yang memiliki pengetahuan mumpuni dalam memahami isi kandungannya. Terbukti, kaum Bani Israel tersesat meski di tangan mereka ada Taurat dan Injil. Karena itu harus ada ulama ahli yang menjelaskan atau menafsirkan isi kandungan al-Quran, agar kita tidak tersesat seperti Bani Israel. Dan dengan demikian, kita menjadi tahu bahwa al-Quran dan tafsir al-Quran itu tak terpisahkan sama sekali.

× Hubungi Kami Via Chat